Google
 

Tuesday, April 17, 2007

JURUS MENGELOLA DANA UNIT LINK

Return investasi diyakini menjadi daya tarik bagi nasabah memarkir dananya di unit link. Maka, sejumlah jurus dilakukan perusahaan asuransi agar dana yang dikelolanya bisa menghasilkan return maksimum. Seperti apa strategi perusahaan asuransi mengelola dana unit link?

Produk unit link bisa tumbuh pesat karena punya daya tarik tersendiri dibanding produk asuransi lain, yakni: return dari investasi. Sesuai dengan karakteristik produk ini, sebagian besar premi yang dibayarkan oleh nasabah, dialokasikan untuk investasi. Karena itu, di akhir kontrak, nasabah akan memperoleh nilai tunai yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk asuransi lain.

Hotbonar Sinaga, mantan Ketua Dewan Asuransi Indonesia, mengungkapkan, sekarang ini orang lebih suka menyimpan uang pada unit link sejalan dengan menurunnya suku bunga bank. “Produk unit link cukup menarik karena menghasilkan return, walaupun risiko investasinya ada pada pemegang polis,” katanya. Unit link lebih menarik dibanding bunga deposito dan produk-produk asuransi tradisional. Return-nya bisa 25%-50% di atas tingkat bunga deposito, apalagi bunga deposito harus dipotong pajak.

Karena return menjadi daya tarik bagi nasabah unit link, tak heran para pemainnya berusaha untuk menghasilkan return yang maksimum. Berbagai strategi investasi pun dicoba diterapkan. Seperti diungkapkan Alan Tangkas Darmawan, Direktur Investasi PT Allianz Life Indonesia (Allianz), perusahaannya memiliki filosofi dan strategi sendiri dalam mengelola dana unit link nasabah.

Menurutnya, proses investasi harus konsisten, tertata dengan baik dan terbuka. Hal ini tercermin dengan secara rutin mengeluarkan laporan hasil investasi bagi nasabah. Lalu, memperkuat kerja sama tim dibanding kemampuan pribadi-pribadi, keputusan investasi didasarkan atas hasil riset untuk menetapkan hal-hal yang fundamental, berorientasi jangka panjang seperti filosofi yang diusung asuransi jwa, serta mengelola investasi secara dinamis agar hasilnya bisa lebih baik. Tak kalah penting, menerapkan manajemen risiko yang sangat ketat dalam setiap tingkatan. “Setiap kuartal, kami melakukan investment committee meeting yang juga dihadiri orang dari Allianz global,” ujar Alan sambil menambahkan bahwa pengelolaan dana unit link sebagian besar dilakukan sendiri.

Saat ini, Allianz memasarkan tiga produk unit link, yaitu: SmartLink New Flexi Account, Smartlink Maxi Safe, dan AlliSya (produk syariah). “Produk-produk itu ada yang single premium dan regular premium,” ujar Jens Reisch, Presdir Allianz. Ketiga produk itu memiliki basis investasi yang terbagi pada empat jenis. Pertama, Rupiah Cash Fund (RCF). Investasi ini sangat cocok bagi nasabah yang konservatif karena portofolio investasinya ke pasar uang dan instrumen pendapatan tetap. Alan mencontohkan per Agustus lalu portofolio investasinya ditempatkan di deposito/cash (26%) dan reksa dana pendapatan tetap (74%). Khusus untuk produk syariah, underlying portofolionya pada instrumen syariah. Saat ini, dana kelola RCF telah mencapai Rp 30,8 miliar dengan pertumbuhan return 13,37% periode Januari-Agustus 2006; sedangkan rata-rata return per tahun 12,25%.

Kedua, Fixed Income Fund (FIF), portofolio investasinya ditempatkan di deposito (2,86%), dan sisanya pada instrumen pendapatan tetap: reksa dana pendapatan tetap (59,81%); obligasi pemerintah (22,34%); dan obligasi korporasi (17,2%). Dana kelola FIF Rp 299,8 miliar dengan pertumbuhan return 21,11% periode Januari-Agustus 2006; sedangkan rata-rata return per tahun 14,19%.

Ketiga, Balance Fund (BF), portofolio investasinya: deposito (11,10%); obligasi di bawah satu tahun (4,47%); reksa dana pendapatan tetap (8,09%); dan reksa dana saham (76,34%). Dana kelola BF Rp 232,87 miliar dengan pertumbuhan return 15,12% periode Januari-Agustus 2006; sedangkan rata-rata return per tahun 15,58%. Keempat, Dollar Managed Fund (DMF). Investasinya: obligasi pemerintah (9,95%); obigasi korporasi (64,71%); reksa dana (16,21%); dan deposito (9,4%). Dana kelola DMF US$ 16,02 juta dengan pertumbuhan return 6,74% periode Januari-Agustus 2006; sedangkan rata-rata return per tahun 9,38%.

Sementara itu, PT AIG Life juga memasarkan unit link dengan nama produknya Aktiva dan Fortuna dengan pilihan jenis investasinya meliputi empat jenis. S. Budisuharto, Wapresdir AIG Life, memaparkan, pertama, IDR Fixed Income menawarkan investasi yang relatif stabil. Komposisi investasinya selama Januari-Desember 2005 adalah obligasi pemerintah (81%); obligasi perusahaan (2%); dan sisanya dimasukkan dalam kasa atau deposito berjangka. Return-nya pada tahun lalu -4,78%. Penyebabnya, menurut Budi, industri reksa dana pendapatan tetap rontok akibat adanya aksi redemption. Padahal rata-rata return per tahun sekitar 9%.

Produk yang kedua, IDR Equity menawarkan pertumbuhan investasi dan risiko yang relatif tinggi. Portofolionya terdiri dari deposito berjangka (18%) dan sebagian besarnya pada saham dengan komposisi: saham telekomunikasi (12%); pertambangan dan energi (20%); otomotif (6%); bank (10%); ritel (8%); semen (7%); farmasi (6%); dan yang lainnya (10%). “Kami punya batasan dalam berinvestasi di saham yaitu tidak boleh lebih dari 20% pada satu sektor industri, dan satu saham perusahaan tidak boleh lebih dari 5%,” tutur Budi. Ia menambahkan, return IDR Equity tahun lalu 18,51%.

Yang ketiga, US$ Fixed Income, menawarkan pendapatan yang relatif stabil dalam nilai US$. Portofolio investasinya ditempatkan pada cash/deposito 20%; obligasi pemerintah 37%; surat utang negara 21%; dan obligasi perusahaan 22%. Return yang dihasilkan selama setahun terakhir 2,74%. AIG Life mengelola investasinya sendiri, alasannya supaya lebih ekonomis. Untuk itu, agen yang memasarkan unit link harus punya lisensi khusus yang lebih tinggi tingkatannya dibanding lisensi agen konvensional. Sementara untuk manajer portofolio harus punya sertifikasi khusus sebagai manajer investasi di samping dari Bepepam ataupun dari Amerika Serikat, minimal Certified Financial Analyst.

Lalu, dalam strategi investasinya selalu dialokasikan cash/deposito yang rata-rata di atas 17%, dan kepada nasabah perusahaan ini tidak memberikan janji yang muluk-muluk. “Kami tidak memberikan harapan karena kami tidak terlalu agresif tapi prudent,” Budi menegaskan. Dijelaskan Budi, hingga semester pertama 2006 premi unit link yang sudah terhimpun Rp 800-900 miliar dari total premi AIG Life yang saat ini mencapai Rp 7 triliun. “Tahun lalu premi unit link Rp 450 miliar dan tahun ini ditargetkan bisa mencapai Rp 1 triliun. Setiap tahun kami harapkan unit link bisa tumbuh dua kali lipat,” ujarnya berharap.

Seperti halnya AIG Life, PT Sun Life Financial Indonesia (Sun Life) juga sangat prudent dalam menerapkan kebijakan investasi unit link. Apalagi unit link andalannya bernama Brilliance telah memberikan kontribusi besar terhadap total penjualan perusahaan di tahun 2005, yaitu 63% (Rp 389,97 miliar) dari total pendapatan premium Sun Life di tahun lalu yang sebesar Rp 613 miliar. “Berdasarkan data AAJI kuartal empat 2005, kami berada di peringkat ketiga di antara perusahaan-perusahaan asuransi jiwa yang menjual produk unit link,” ujar Barry S. Helpern, Presdir Sun Life.

Adapun strategi investasi Sun Life menyesuaikan aset investasi dengan saat jatuh tempo kewajiban, sehingga perusahaan ini selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan dan kebijakan investasi. Itulah sebabnya, Sun Life lebih memilih untuk berinvestasi dalam obligasi jangka panjang dengan tingkat rating investasi yang tinggi – minimal peringkat A – di antara para penerbit yang memiliki reputasi terpercaya. Obligasi jangka pendek dan deposito dipilih hanya untuk menjaga strategi likuiditas yang baik. Risiko dan hasil pengembalian investasi (return) akan selalu menjadi parameter utama dalam mengambil keputusan strategi investasi.

Unit link Sun Life ada empat jenis: Brilliance Conservative, Brilliance Aggressive, Brilliance Moderate, dan US$ Managed Fund. ”Bertindak sebagai fund manager adalah PT Schroders Investment Management Indonesia,” ujar Barry. Ia merinci, return Brilliance Conservative dari Januari hingga Agustus 2006 adalah 4,93% (return -0,57% di tahun 2005; dan 7,25% tahun 2004). Kemudian, Brilliance Aggressive mencatat return 34,28% untuk periode Januari-Agustus 2006; 22,32% tahun 2005; dan 54,23% tahun 2004; serta Brilliance Moderate 35,08% (Januari-Agustus 2006); 18,75% (2005) dan 28,78% (2004). Sementara itu, USD Managed Fund mencetak return 6,21% periode Januari-Agustus 2006; dan 5,42% tahun 2005.

Sama seperti Sun Life, PT Axa Life Indonesia (ALI) juga mengalihdayakan (outsource) pengelolaan dana unit link kepada para manajer investasi yang profesional, kompeten dan terpercaya seperti Schroders dan Danareksa. “Hal ini untuk memastikan agar portofolio tersebut diatur secara profesional agar mendapat return yang optimum dan tata kelola yang baik,” ungkap William O’Brien Johnson, Presdir ALI.

Saat ini ALI memiliki empat instrumen investasi unit link. Yang pertama, Fixed Income Fund (Secure Money) dengan portofolio investasinya ke pasar uang (14%); serta obligasi pemerintah dan perusahaan (86%). Return yang dihasilkan dalam setahun terakhir 16,84%. Kedua, Balanced Fund (Progressive Money) dengan portofolio investasi pasar uang (12%); obligasi pemerintah dan perusahaan (totalnya 43%); serta saham pilihan (45%). Unit link ini dalam setahun terakhir membukukan return 24,18%.

Ketiga, Equity Fund (Dynamic Money), dengan portofolio investasi ke pasar uang (18%) dan saham pilihan (82%). Return yang dihasilkan setahun terakhir 33,03%. Keempat, Fixed Income US$. Protofolio investasinya ke pasar uang 22% dan obligasi US$ (78%). Return setahun terakhir 4%. “Selama Januari sampai Agustus tahun ini kami telah membukukan premi unit link Rp 25,5 miliar,” tutur William. Sementara melalui PT Axa Mandiri Financial Services, premi unit link yang sudah dibukukan selama Januari-Agustus 2006 Rp 356 miliar (99,95% dari total premi perusahaan ini).

Bagi Hotbonar untuk menentukan asuransi mana yang selalu membukukan return unit link paling besar agak sulit menghitungnya karena return itu fluktuatif. “Bisa saja tahun ini perusahaan asuransi A return-nya tinggi, tapi tahun depan bisa berganti. Itu semua tergantung pada kinerja underlying investasi unit link-nya,” katanya. Akan tetapi yang jelas, ke depan unit link akan tetap menjadi primadona bagi asuransi jiwa. Apalagi kecenderungan suku bunga terus menurun. Meski demikian, nasabah tetap perlu hati-hati dalam menentukan pilihan karena ada risikonya.

* Dede Suryadi

No comments: